Bio Etanol Bahan Baku Singkong

Minggu, 27 Mei 2012

Bio Etanol Bahan Baku Singkong



Harga minyak dunia yang melambung, sudah lama diprediksi. Logikanya, minyak bumi (fossil fuel) adalah bahan bakar yang tak dapat diperbaharui. Cepat atau lambat, minyak dunia akan habis. Saat ini, harga minyak memang sedang booming karena kebutuhan negara-negara industri baru seperti India dan Cina sangat tinggi. Ke depan, jika negara-negara di dunia tak segera mengantisipasi kelangkaan fossil fuel, harga minyak akan naik tinggi sekali. Tapi sebaliknya, jika negara-negara di dunia menyiapkan antisipasinya sejak sekarang, niscaya harga minyak tak akan naik lagi, bahkan bisa turun. Mengapa? Karena dunia nantinya bisa mencari pengganti minyak fosil yang aman, murah, dan mudah diproduksi oleh siapa pun. Saat ini, industri minyak hanya dipegang oleh para pemodal besar.

Saat ini banyak bahan alternatif pengganti minyak bumi, salah satunya adalah etanol dari singkong. Etanol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor sudah dipakai sejak per-mulaan abad ke 20 di Brazil, Perancis, Jerman, Swedia, U.S.A, India, dsb. Penggunaan bahan baku ini karena seperti diketahui ubi kayu tak cuma enak dibikin misro atau comro, tapi juga bisa dipakai sebagai bahan bakar. Namanya gasohol. Bisa dipakai di kendaraan bertenaga bensin tanpa perlu modifikasi mesin. Pembakarannya lebih sempurna. Asapnya pun lebih ramah lingkungan dan tanaman ini dikenal gampang hidup. Tinggal tancap batangnya di tanah basah, ketela pohon (Manihot utilissima atau Manihot esculenta) niscaya tumbuh.

Menurut Dr. Ir. Tatang H. Soerawidjaja, dari Teknik Kimia ITB, menyatakan singkong merupakan salah satu sumber pati. Para peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah membuktikan bahwa bahan bakar singkong bukan cuma omong kosong. Singkong mengandung sekitar 33% pati. Pati sendiri adalah rantai karbohidrat yang kompleks (polisakarida). Polisakarida ini jika dipecah-pecah akan menghasilkan rantai karbohidrat yang lebih sederhana (oligosakarida). Jika proses pemecahan dilanjutkan, oligosakarida akan terurai menjadi satuan mata rantai karbohidrat yang paling sederhana yaitu glukosa. Glukosa bila difermentasi akan berubah menjadi etanol. Paling akhir, etanol bisa digunakan sebagai substitusi bensin.

Industri Etanol/Bioetanol mempunyai prospek yang sangat bagus di Indonesia, karena kebutuhan etanol di Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini tidak diimbangi dengan kapasitas produksi industri etanol di Indonesia, yang hanya berjumlah sekitar 14 industri.

Proses Pengolahan Singkong Menjadi Etanol

Bioetanol bersifat multi-guna karena dicampur dengan bensin pada komposisi berapapun memberikan dampak yang positif. Pencampuran bioetanol absolut sebanyak 10 % dengan bensin (90%), sering disebut Gasohol E-10. Gasohol singkatan dari gasoline (bensin) plus alkohol (bioetanol). Etanol absolut memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol E-10 secara proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini bioetanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan dan di negara- negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL) maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE).

Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol dibuat dengan bahan baku bahan bergula seperti tebu, nira aren, bahan berpati seperti jagung, dan ubi-ubian, bahan berserat yang berupa limbah pertanian masih dalam taraf pengembangan di negara maju.

Gasohol adalah campuran antara bioetanol dan bensin dengan porsi bioetanol sampai dengan 25% yang dapat langsung digunakan pada mesin mobil, bensin tanpa perlu memodifikasi mesin. Hasil pengujian kinerja mesin mobil bensin menggunakan gasohol menunjukkan gasohol E-10 (10% bioetanol ) dan gasohol E-20 (20% bioetanol) menunjukkan kinerja mesin yang lebih baik dari premium dan setara dengan pertamax. Bahan campuran ini juga menghasilkan emisi karbon monoksida dan total hidrokarbon yang lebih rendah dengan yang lainnya.

Berikut proses pengolahan pengubahan singkong menjadi bioetanol secara sederhana.

1. Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapat dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil.
2. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16 %. Persis singkong yang dikerangkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku.
3. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless sieel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100oC selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental.
4. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam tangki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa.
5. Setelah dingin, masukkan cendawan Saccharomyces cerevisiae yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong, perlu 10 liter larutan cendawan ini atau 10 % dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebelum digunakan, Saccharomyces dicampurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar sifat adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati.
6. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan; air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula, lalu masukkan dalam tangki fermentasi. Namun sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17 - 18 %. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces untuk hidup dan bekerja mengurai gula mrnjadi alkohol. Jika kadar lebih tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.
7. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan cendawan bekerja lebih optimal. Fermentasi berlangsung aerob alias tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28o – 32o C dan pH 4,5 – 5,5.
8. Setelah 2 – 3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air dan etanol. Hasil fermentasi itu mengandung 6 – 12 % etanol.
9. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein.
10. Meski telah disaring etanol masih bercampur air. Untuk memisahkannya lakukan destilasi atau penyulingan.
11. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78o C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dahulu menguap dan dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.
12. Hasil penyulingan berupa 95 % etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99 % atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol itu dipanaskan 100o C. Pada suhu itu, etanol dan air menguap. Kemudian uap tersebut disalurkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati.
13. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99 % yang siap dicampur dengan bensin. Sepuluh liter etanol 99 % membutuhkan 120 – 130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.

Source : http://www.acehforum.or.id/showthread.php?t=13888&page=1


0 komentar:

Posting Komentar

Rekan